2013/12/30

Pentingnya Kesinergian antara IQ, EQ dan SQ di dunia Pendidikan

Pendidikan merupakan proses kehidupan dalam mengembangkan diri setiap individu. Untuk menciptakan pendidikan yang baik, perlu adanya kesinergian antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ.

Kecerdasan IQ (Intelligence Quotient) merupakan kemampuan dalam memecahkan masalah secara logis dan akademis. Istilah IQ diperkenalkan oleh Alfred Biner, ahli psikologi dari Perancis. Umumnya orang beranggapan anak ber-IQ 130 dianggap cerdas di segala bidang. Semakin tinggi nilai IQ seseorang, semakin tinggi pula kecerdasannya. Namun, jika anak nilai matematikanya rendah dan memiliki IQ rata-rata, maka anak tersebut dianggap tidak pintar.

Seiring dengan tantangan dan kehidupan modern yang serba kompleks, para ahli menemukan kecerdasan lain dalam diri seseorang yaitu kecerdasan Emotional Quotient (EQ). Pernyataan ini sekaligus menguatkan teori bahwa IQ bukanlah salah satu penentu keberhasilan seseorang. EQ merupakan kemampuan mengenali p[erasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengolah emosi dengan baik. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligece menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan 80% lainnya ditentukan oleh EQ. Kecerdasan IQ dan EQ akan menghasilkan individu yang berintelektual dan mampu memecahkan masalah dengan bijak apabila keduanya bekerja secara bersinergi (Dwi Sunar, 2012)

Berdasarkan data yang dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), angka tawuran pelajar di Indonesia mencapai 102 kasus tahun 2010. Tahun 2011 mencapai 96 kasus. Sementara, tahun 2012 mencapai angka 103 kasus. Pelaku tawuran bervariatif dari pelajar tingkat SD hingga SMA/SMK (suaramerdeka.com, 2012)

Potret tersebut menunjukkan kurangnya kecerdasan EQ pada pelajar. Seseorang yang ber-EQ tinggi akan mampu mengontrol emosi dan menciptakan keseimbangan anatara sirinya sendiri dengan orang lain. 
Namun, ternyata terdapat kecerdasan lain selain IQ dan EQ. Danah Zohar pada tahun 1932 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia (spiritual centre). Pada God Spot inilah terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2011). Istilah tersebut melahirkan Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) yakni kemampuan manusia untuk memaknai hidup. SQ bukan hanya berhbngan dengan keagamaan namunn nlebih kepada pencerahan jiwa, mampu mengontrol diri dan melakukan sesuatu dengan bijak.

diambil dari sasrianaoctavinia.wordpress.com
Jika IQ mengangkat fungsi pemikiran. EQ mengangkat fungsi perasaan, maka SQ mengangkat fungsi moral. Kesinergian antara EQ dan SQ akan menghasilkan individu yang berinteletual, bijak dan memiliki akhlak moral yang beradab.
 Seseorang yang memiliki kecerdasan IQ dan EQ tanpa memiliki SQ, mereka tidak menyadari makna nilai dalam dirinya serta tidak menyadari untuk apa dirinya diciptakan. Contoh di dunia pendidikan adalah fenomena budaya menyontek, guru disuap, penyelewengan dana pendidikan, dsb. 



Menurut saya, untuk menghasilkan output pendidikan yang baik, penerapan IQ, EQ dan SQ dapat dikenalkan sejak dini. Misalnya dengan metode Telling Story tentang tokoh dalam sebuah cerita atau mengenai tokoh wayang di Indonesia. Tokoh Hitler atau Fir'aun yang merupakan pemimpin cerdas tapi tidak memiliki kecedasan SQ (tidak percaya kepada Tuhan) akibatnya menyebabkan kehancuran.

Dalam hal ini tidak hanya pendidik namun juga peran orangtua sangat diperlukan. Tidak hanya diterapkan untuk siswa melainkan kepada seluruh komponen pendidikan yang baik, agar menciptakan pendidikan yang baik dan generasi yang baik. Menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Essay Beasiswa Data Print periode 2, 2013.

SumberReferensi :
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/10/11/201787/Tawuran-Pelajar-sampai-Kapan
http://rahmaelf.blogspot.com/2013/01/pentingnya-keseimbangan-antara-iq-eq.html
http://sasrianaoctavinia.wordpress.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar